-->

Partasipasi Masyarakat dalam Mencegah Politik Identitas Pemilu 2024

Editor: Redaksi
Sebarkan:

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Kabupaten Sekadau, Jonado. Foto:ist
Sekadau Kalbar, Suaraborneo.id - Pemilihan Umum (Pemilu) serentak akan kembali digelar pada 14 Februari 2024 yang dimana akan berlangsungnya Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif. Meskipun masih terhitung dalam jangka waktu yang masih lama, namun tahapan penyelenggaraan Pemilu sudah berlangsung mulai dari sekarang.

Pemilu serentak 2024 ini, sorotan akan tertuju kepada Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden, akan tetapi bukan berarti Pemilihan Legislatif luput dari partisipasi masyarakat.

Berdasaran UU 7 Tahun 2017 di BaB XVII Pasal 448  ayat 2 telah diatur partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum yang berbunyi “ Bentuk Partisipasi masyarakat sebagaimana yang dimaksud adalah dengan ketentuan tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu, tidak mengganggu proses penyelenggara tahapan Pemilu, bertujuan meningkatkan proses penyelengara tahapan pemilu, mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggara pemilu yang aman, damai, tertib dan lancar”.

Berdasarkan regulasi tersebut, tentunya setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk berpartisipasi dalam Pemilu salah satunya dalam fungsi pengawasan.
 
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Kabupaten Sekadau, Jonado, mengatakan, berkaca dari penyelenggaraan Pemilu sebelumnya, salah satu indikator kerawanan penyelenggaraan Pemilu adalah politik identitas.

"Hal ini mengingat rentanya polarisasi politik terkhusus pada Pemilihan Capres 2024, meskipun saat ini belum ditetapkan secara resmi calon Presidennya namun beberapa Partai Politik sudah menyodorkan nama calonnya," ujarnya.

"Tentunya politik identitas ini akan merujuk pada kerawanan yang mengancam kesatuan dan persatuan suatu bangsa, hal ini juga berpotensi terjadi di Indonesia jika tidak adanya kesadaran dari masayarakat untuk mencegah hal tersebut," imbuhnya

"Politik identitas ini bukan hanya sebatas potensi, namun juga diduga sudah terjadi beberapa dekade ini seperti Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2017 hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019," kata Jonado.

Menurutnya, politik Identitas menggiring opini melalui media sosial dan berujung pada polarisasi di lingkungan masyarakat secara umumnya. Hal ini tentunya mendorong keterlibatan pengawasan dari semua pihak untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum 2024 agar bisa diantisipasi.

"Adapun metode yang bisa diterapan masyarakat dalam melakukan partisipasi adalah adalah dengan konsep gotong- royong. Konsep pengawasan gotong-royong memiliki pengertian sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai tambah atau positif kepada setiap obyek, permasalahan, atau kebutuhan orang banyak di sekelingnya,” ujar dia.

"Konsep gotong-royong ini dapat diterapkan kepada semua unsur dan jajaran masayarakat sebagai upaya pencegahan munculnya permasalahan saat pemilihan umum. Dengan mengedepankan semangat gotong-royang dalam pertisipasi pengawasan maka, pencegahan dapat dilakukan dari pada penindakan," bebernya lagi.

Semangat gotong-royong partisipasi pengawasan ini tentunya sudah sejalan dengan konsep demokrasi, dimana masyarakat mempunyai hak yang sama dalam berekspresi dan menyatakan pendapat.

"Tentunya ekspresi dan menyatakan pendapat yang dimaksud adalah dalam konteks bentuk penyadaran dan pengawasan untuk menegakan hak persatuan dan kesatuan kepada ruang lingkup masayarakat agar Politik Identitas tidak bisa berkembang secara masif," pungkasnya. (red)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini