-->

Lima Perusahaan Di Ketapang dan Kayong Utara Abai Dengan Sekat Kanal

Editor: Redaksi
Sebarkan:

Kadiv Kajian, Dokumentasi dan Kampanye Walhi Kalbar, Hendrikus Adam saat diskusi bersama Wartawan di Pontianak. 
PONTIANAK, Suaraborneo.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat melakukan Pemantauan Restorasi Gambut di dua kabupaten di Kalbar, yakni kabupaten Kayong Utara dan Ketapang pada April 2022.

Kegiatan tersebut melibatkan 10 Tim Pemantau Independen Walhi Kalimantan Barat selama 10 hari pada april 2022. 

Adapun lokasi yang menjadi sasaran pemantauan meliputi 5 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG); KHG Sungai Durian-Sungai Kualan, KHG Sungai Matan- Sungai Semandang, KHG Sungai Matan-Sungai Rantau Panjang, KHG Sungai Tolak-Sungai Siduk, dan KHG Sungai Pawan-Sungai Tolak meliputi wilayah Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang.

Sementara untuk wilayah konsesi meliputi PT Kalimantan Agro Perkasa (KAP), PT Jalin Vaneo (JV), PT Kayung Agro Lestari (KAL), PT Golden Youth Plantation (GYP), dan PT Sinar Karya Mandiri (SKM), serta perusahaan kehutanan yakni PT Mohairson Pawan Khatulistiwa (MPK).

Untuk pemantauan non konsesi meliputi 9 Desa yakni; Desa Medan Jaya, Desa Batu Barat, Desa Pulau Kumbang, Desa Teluk Batang, Desa Rantau Panjang, Desa Penjalaan, Desa Padu Banjar, Desa Sungai Awan Kiri, dan Desa Harapan Mulia.

Selama kegiatan pemantauan IPG 10 hari, secara umum, IPG di lahan gambut non konsesi dapat ditemukan semuanya, dalam berbagai kondisinya. Hal berbeda ditemukan pada area konsesi. Rata-rata IPG yang ditemukan dalam keadaan rusak, tidak terawat, walaupun masih berfungsi pada saat ditemukan oleh tim pemantau. Cukup banyak IPG yang pernah dibangun pada areal konsesi sudah tidak berfungsi lagi. Ditemukan dalam kondisi rusak parah/hancur.

Dari temuan sekat kanal pada areal konsesi, dapat disimpulkan pada suatu masa pemegang konsesi pernah mematuhi dan melaporkan keberadaan IPG pada areal konsesinya. Namun, dikarenakan minimnya pengawasan dan kesadaran pemegang dan pengelola konsesi akan pentingnya pengelolaan dan pengaturan muka air untuk konservasi lahan gambut, hanya satu perusahaan yang berusaha membangun sekat kanalnya secara permanen, sisanya membiarkan atau mengabaikan kewajiban membangun sekat kanal. 

Jumlah sekat kanal yang dipantau sebanyak 231 titik yang terdiri dari 172 titik berada pada areal konsesi dan 59 titik di luar areal konsesi. 

“Dari 172 titik yang dipantau pada areal konsesi, hanya ditemukan 71 sekat kanal (41,28%), dimana 35 sekat kanal diantaranya merupakan sekat kanal permanen yang berada di areal konsesi PT KAL. Di areal PT KAL juga ditemukan ombrometer dan titik penaatan,” kata Kadiv Kajian, Dokumentasi dan Kampanye Walhi Kalbar, Hendrikus Adam, kepada wartawan di sebuah Hotel di Pontianak, Senin(18/07/2022) sore.

Dari enam perusahaan yang dipantau, hanya satu perusahaan yang terlihat serius mengelola tata airnya, sehingga target luas perbaikan tata air akan sulit dicapai. Hal ini akan berdampak pada pencapaian target pemerintah dalam pemulihan lahan gambut yang tertuang dalam rencana aksi mitigasi perubahan iklim Indonesia.

Untuk pemantauan di luar konsesi, dari 59 titik yang dipantau ditemukan semua ada sekat kanal dengan berbagai kondisi, dimana 48 sekat kanal dalam kondisi baik dan masih berfungsi, sementara 11 sekat kanal mengalami kerusakan dan tidak berfungsi dengan baik. 

Kerusakan yang terjadi umumnya berupa pembuatan sodetan di samping bangunan sekat kanal, dan hilangnya papan informasi (plang) infrastruktur pembasahan gambut. Selain itu ditemukan juga 1 buah bangunan sekat kanal yang tidak berada di kanal.

Terhadap temuan dari hasil pemantauan, Walhi Kalbar memberikan sejumlah rekomendasi untuk bisa ditndaklanjuti oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan harus melakukan pengawasan di lapangan terhadap kepatuhan pemegang izin usaha kehutanan maupun perkebunan dalam melakukan pemulihan fungsi ekosistem gambut di areal konsesinya. Mengingat pemulihan lahan gambut merupakan salah satu aksi mitigasi perubahan iklim dari sektor kehutanan yang sudah tercantum dalam dokumen NDC.

Penilaian pelaksanaan rencana pemulihan ekosistem gambut tidak saja didasarkan pada dokumen rencana pemulihan ekosistem gambut pada areal konsesi yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, melainkan juga pada pemeriksaan lapangan atas kondisi infrastruktur pembasahan gambut, pengukuran tinggi muka air secara berkala, dan pelaksanaan rehabilitasi vegetasi.

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) perlu melakukan pemantauan dan perawatan infrastruktur pembasahan gambut yang telah dibangun agar tetap berfungsi dalam menjaga tinggi muka air pada ketinggian yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

“BRGM perlu memperbaiki infrastruktur pembasahan gambut yang mengalami kerusakan dengan melibatkan masyarakat setempat agar tidak dirusak pada masa mendatang,” pinta Adam.

Selain itu, BRGM perlu memastikan kegiatan revegetasi (penananaman kembali) lahan-lahan bekas terbakar dengan tanaman yang sesuai pada ekosistem gambut. Pelaksanaan revegetasi dinyatakan berhasi apabila tanaman yang tumbuh sehat paling sedikit 500 batang per hektar pada tahun ketiga.

Pemerintah Daerah perlu memastikan optimalisasi upaya pemulihan kerusakan gambut oleh penanggungjawab usaha dan melakukan perbaikan tatakelola sumberdaya alam dengan mereview izin, menghentikan pemberian izin baru pada lahan gambut. (TN)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini