, Suaraborneo.id — Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada Jumat (29/11) mengatakan pihaknya akan memprioritaskan kebijakan moneter jangka pendek untuk menjaga stabilitas rupiah setelah Donald Trump terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Namun BI tetap memantau potensi untuk menurunkan suku bunga pada 2025.
Perry menyatakan bahwa ketidakstabilan ekonomi global masih tinggi setelah kemenangan Trump, yang diperkirakan akan berdampak pada pertumbuhan global dan kebijakan bank sentral Amerika, Federal Reserve atau The Fed.
BI memangkas suku bunga pada September, tepat sebelum The Fed melakukan pelonggaran. Namun, setelah itu, suku bunga acuan tetap dipertahankan di level 6 persen.
"Terpilihnya kembali Presiden Trump dengan kebijakan 'America first'-nya dapat membawa perubahan besar pada lanskap geopolitik dan ekonomi dunia, seperti tarif tinggi dan bahkan perang dagang," kata Perry.
"Prospek ekonomi global akan meredup pada 2025 dan 2026. Amerika membaik, China dan Eropa akan melambat, kinerja India dan Indonesia masih cukup baik." BI akan mempertahankan suku bunga tetap untuk saat ini karena gejolak ekonomi dunia mengharuskan pihaknya untuk fokus pada stabilisasi rupiah, kata Perry.
"Kami terus memantau ruang untuk penurunan suku bunga BI lebih lanjut," tambahnya.
BI sejauh ini menahan diri untuk tidak melakukan pelonggaran lebih lanjut karena meningkatnya volatilitas rupiah.
Rupiah, yang sangat dipengaruhi oleh perubahan selera risiko, terus tertekan akibat arus keluar modal seiring pasar merespons kemenangan Trump.
BI akan menggunakan instrumen lainnya untuk mendukung pertumbuhan dan memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk menahan gejolak eksternal, kata Perry.
BI memproyeksikan ekonomi akan tumbuh 4,8-5,6 persen pada 2025 dan 4,9-5,7 persen pada 2026, dengan target inflasi tetap berada dalam kisaran target 1,5 hingga 3,5 persen hingga 2026.
BI memperkirakan defisit transaksi berjalan sebesar 0,5 hingga 1,3 persen dari PDB tahun depan dan diperkirakan akan melebar menjadi 0,6 hingga 1,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2026.
Pertumbuhan pinjaman diprediksi akan mencapai 11 hingga 13 persen per tahun dalam dua tahun ke depan, menurut BI, naik dari perkiraan 10-12 persen pada tahun ini. [ah/ft]
Sumber : Voa Indonesia