Sekadau Kalbar, Suaraborneo.id – Dalam menjaga Iklim Investasi, Pemerintah Kecamatan Sekadau Hulu bersama Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Sekadau Hulu melakukan sosialisasi hasil kesepakatan bersama terkait keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) antara masyarakat adat dan lima perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Sekadau Hulu. Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan di Desa Tapang Perodah. Kamis (10/7/2025).
Turut hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut Camat Sekadau Hulu, Bhabinkamtibmas, Babinsa, Ketua DAD, perangkat desa, tokoh adat, tokoh masyarakat, serta perwakilan perusahaan.
Camat Sekadau Hulu, Fransisco Wardianus, yang akrab disapa Mejeng, menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat, pemerintah, dan investor.
"Kami sudah empat kali duduk bersama dengan para tokoh adat, DAD, TNI-Polri dan perusahaan untuk merumuskan kesepakatan ini. Tujuan utama adalah agar investasi tetap terjaga dan masyarakat tidak merasa di rugikan" jelasnya.
Ia menambahkan bahwa kesepakatan tersebut mencakup sejumlah poin penting seperti penanganan kasus pencurian buah sawit (TBS), larangan pemagaran jalan tanpa izin, pengancaman, hingga sanksi bagi penadah hasil kejahatan. Seluruh poin itu mengedepankan penyelesaian melalui hukum adat terlebih dahulu sebelum masuk ke ranah hukum positif.
"Kita ingin mengedepankan kearifan lokal, supaya adat kita, khususnya Dayak, tetap lestari. Kalau pelanggaran bisa diselesaikan dengan hukum adat, maka itu yang kita lakukan terlebih dahulu," ujar Mejeng.
Contoh kasus yang sempat dibahas adalah pencurian sawit milik warga yang dikenal dengan istilah "ninja sawit", hingga pencurian di lahan perusahaan. Dalam kasus semacam itu, hukum adat diharapkan menjadi solusi awal, selama penyelesaiannya masih memungkinkan di ranah lokal.
"Pemerintah kecamatan juga mengimbau agar masyarakat tidak sembarangan memagari jalan baik itu jalan pribadi, jalan umum maupun jalan perusahaan yang sudah mendapat ganti rugi tanam tumbuh (GRTT). Penyelesaian masalah diminta melalui jalur mediasi yang difasilitasi oleh pemerintah dan aparat keamanan," ujarnya.
Dalam hal ini mejeng juga menyoroti peran oknum penadah hasil curian yang akan dikenakan sanksi adat sebesar Rp20 juta jika terbukti terlibat.
"Sanksi ini adalah bagian dari komitmen kita menjaga keteraturan sosial dan ekonomi masyarakat, serta menciptakan rasa keadilan," tegasnya.
Sosialisasi ini menjadi yang ketiga setelah sebelumnya dilaksanakan di Desa Nanga Pemubuh dan Desa Nanga Menterap.
"Masyarakat harus tahu isi kesepakatan ini, jangan hanya kepala desa dan pihak perusahaan saja. Karena ini menyangkut kehidupan dan hubungan sosial kita semua," pungkasnya. (yt)