Pratiningsih : Kekerasan Pada Anak, Miskin Secara Psikologis

Editor: Redaksi
Sebarkan:

Kasi Perlindungan Anak DINSOSP3AKB Kabupaten Sanggau, Pratiningsih. Foto:bry
SANGGAU, suaraborneo.id - Anak adalah generasi penerus orang tua untuk melangsungkan estafet pembangunan bangsa, membentuk mereka menjadi generasi yang berkualitas bukanlah hal yang gampang, segala sisi kehidupannya harus kita pertimbangkan baik dari sisi tumbuh kembang maupun mental yang tangguh harus diciptakan mengingat tuntutan tantangan kedepan tidaklah mudah. 

Ditengah gempuran teknologi yang memiliki segala kelebihan dan kekurangannya akan membuat kita sebagai orang tua menjadi lebih waspada, karena perkembangan jaman pasti memiliki dampaknya tersendiri. Kerap kali kita mendengar adanya tindakan kekerasan pada anak, baik kekerasan fisik, mental, verbal, maupun seksual bahkan penelantaran terhadap anak sering terjadi, dan yang angkanya semakin hari semakin meningkat, dan pelaku adalah orang terdekat yakni lingkup keluarga bahkan orang tua.

Pertanyaannya adalah kenapa hal ini bisa terjadi? Bukankah fitrahnya setiap orang tua adalah membesarkan anaknya dengan kasih sayang dan menjadikan anak-anaknya menjadi generasi penerus keturunannya dengan kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat bagi sesama dan membanggakan kedua orang tuanya, namun ternyata tidak semua orang tua memiliki cara pandang yang sama, masih ada orang tua yang membesarkan anaknya dengan tanpa misi dan visi yang jelas, hanya sekedar membesarkan anak dengan cara yang konvensional.

"Hal ini bisa saja dipraktekan oleh orang tua manapun baik kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, bahkan terlepas dari suku manapun, orang tua hanya memberikan makan, pakaian, sekolah saja tetapi mengabaikan aspek psikologisnya sehingga anak secara mental mengalami “miskin secara psikologis," kata Kasi Perlindungan Anak DINSOSP3AKB Kabupaten Sanggau, Pratiningsih, Senin, (7/8/2023).

Fenomena ini memang tidaklah mudah dijelaskan, namun miskin secara psikologis bisa membuat seseorang menjadi rentan untuk menjadi pelaku maupun korban.

"hal ini salah satunya disebabkan oleh pola asuh yang salah, pengalaman seseorang ketika dibesarkan dengan lingkup yang memenuhi kebutuhanya akan berbeda ketika anak dibesarkan tampa memenuhi kebutuhannya, jika merujuk ke salah satu teori kebutuhan individu menurut Abraham Maslow mengemukakan bahwa ada lima kebutuhan manusia berdasarkan tingkat kepentingannya mulai dari yang rendah, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan ego, dan yang paling tinggi kebutuhan akan aktualisasi diri," ujarnya.

Artinya sudah menjadi tugas orang tua untuk membesarkan anaknya dengan memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan setiap anaknya, namun apa yang terjadi jika kelima kebutuhan tersebut tidak tercapai bisa jadi anak yang kita besarkan akan menjadi anak yang nantinya akan selalu memberikan PR besar bagi kita sebagai orang tua maupun PR besar bagi bangsa jika generasinya tidak dipersiapkan secara mental menjadi tangguh atau generasi yang berjiwa rapuh penuh dengan trauma yang berkepanjangan bahkan tidak mungkin akan membuat trauma baru bagi generasi selanjutnya, tentu saja kita semua tidak menginginan hal itu terjadi. 

Trauma akibat pola asuh yang salah akan membentuk karakter anak yang rapuh, dan ketika trauma ini tidak mendapat intervensi yang tepat akan mengakibatkan trauma berkepanjangan bahkan bisa berlangsung seumur hidupnya dan jelas ini akan mempengaruhi proses mentalnya ketika berkehidupan sehari-hari baik proses berpikir, merasa dan berprilaku.

"Bisa dibayangkan bagaimana Indonesia kedepan jika generasi penerus kita adalah generasi yang dibesarkan dengan kondisi “Miskin secara Psikologi” akan tercipta generasi galau, generasi lembek, generasi yang menyimpan dendam yang rentan akan kekerasan dan lain sebagainya oleh karena itu mari kita singkirkan anggapan bahwa anak yang bermasalah berasal dari orang tua yang bermasalah, tetapi mari kita ciptakan generasi handal yang bisa mengatasi masalah," pungkasnya.

"Membentuk mental anak menjadi mental yang tangguh bukanlah hal yang gampang tentu memerlukan proses yang berlangsung terus menerus dan memerlukan Kerjasama semua pihak, banyak," tutupnya. (Bry)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini