PA Fraksi DPRD Sekadau, Fraksi Hanura Menolak Sebagian Isi dan Substansi Pengelolaan APBD

Editor: Novia Dominika
Sebarkan:

Paripurna ke-6 masa persidangan ke-3 dengan agenda, Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi (PA Fraksi) DPRD Kabupaten Sekadau. (foto:nv). 
Sekadau Kalbar, Suaraborneo.id - DPRD Kabupaten Sekadau menggelar Paripurna ke-6 masa persidangan ke-3 dengan agenda, Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi (PA Fraksi) DPRD Kabupaten Sekadau dan pengambilan keputusan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022, bertempat di ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Sekadau. Senin (10/7/2023). 

Rapat Dipimpin oleh Ketua DPRD Kabupaten Sekadau, Radius Effendy didampingi Wakil Ketua I dan II, Handi dan Zainal.

Hadir pada Paripurna tersebut, 19 anggota DPRD lainnya, Forkopimda Kabupaten Sekadau, Para Kepala SKPD dan tamu undangan lainnya. 

Adapun Fraksi-Fraksi DPRD Kabupaten Sekadau yang menyampaikan Pendapat Akhirnya adalah Fraksi Demokrat, Fraksi Hanura, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi PAN, Fraksi Gerindra, Fraksi Persatuan dan NasDem. Dari 8 Fraksi yang menyampaikan Pendapat Akhir tersebut, 7 Fraksi menyetujui dan 1 Fraksi yakni fraksi Hanura menolak sebagian isi dan substansi pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang tertuang dalam rancangan perda pertanggungjawaban APBD tahun anggaran  2022. 

Pendapat Akhir Fraksi Hanura, dengan juru bicara, Liri Muri mengatakan, atas rancangan Peraturan Daerah (Perda) Pertanggungjawaban yang disampaikanoleh Bupati dan setelah mendengar penjelasan yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah atas Pemandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD serta setelah dilakukan Rapat Kerja Gabungan dengan seluruh SKPD yang ada, melihat dan mencermati LHP-BPK RI terhadap Pelaksanaan APBD Kabupaten Sekadau Tahun 2022, dapat fraksi Hanura disampaikan hal-hal sebagai berikut, untuk digunakan sebagai koreksi dan referensi bagi   pemerintah daerah dalam mengambil langkah-langkah perbaikan di tahun-tahun yang akan datang:

1. Pengelolaan Pendapatan Daerah ;

Secara umum pengelolaan pendapatan daerah belum menunjukkan adanya upaya perbaikan dan pelaksanaan komitmen pemerintah daerah sebagaimana disepakati melalui mekanisme persetujuan bersama atas perda anggaran pendapatan dan belanja daerah. Hal ini ditunjukkan antara lain rendahnya realisasi pendapatan daerah tahun anggaran 2022 dibandingkan dengan tahun anggaran 2021 baik secara nominal maupun persentase realisasi yaitu hanya sebesar Rp 852,8 milyar dari target Rp 864, 41 milyar atau 98,67%, dan realisasi tahun 2021 mencapai sebesar Rp 871,03 milyar dari target Rp 849,35 milyar atau 102,55%. Fraksi Hanura juga melihat bahwa hampir seluruh SKPD pengelola retribusi belum secara optimal mengupayakan realisasi retribusi sebagaimana yang menjadi tanggungjawabnya. Secara total realisasi retribusi hanya mencapai 52,04% lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2021 baik secara nominal maupun persentase realisasi, dan masih terdapat realisasi retribusi dibawah 50% bahkan nol persen tanpa dilakukan evaluasi serta upayaupaya strategis untuk proses realisasi secara optimal dan perbaikan untuk tahun-tahun mendatang. Dalam konteks ini, pemerintah daerah melalui Sekretaris Daerah sebagai koordinator pengelolaan keuangan daerah dan kepala BPKAD selaku pejabat pengelola keuangan daerah tidak melaksanakan tugas dengan baik dan 

optimal dalam rangka tugas koordinasi antar SKPD dan pengendalian atas pelaksanaan APBD.

2. Pengelolaan Belanja Daerah ;

Pengelolaan belanja daerah juga menunjukkan belum dilaksanakannya komitmen bersama sebagaimana telah disepakati dalam mekanisme persetujuan bersama atas rancangan PERDA APBD tahun anggaran 2022. Realisasi belanja daerah hanya mencapai Rp 901,9 milyar atau 92,68%, secara persentase turun dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencapai realisasi sebesar 95,78%. Belanja daerah belum seacara optimal dilaksanakan yang ditunjukkan antara lain masih tingginya sisa belanja yang bersumber dari dana DAK sebesar Rp 8,9 milyar, Dana Insentif Daerah sebesar Rp 813 juta, dana pinjaman daerah Rp 9,9 milyar, dan dari sumber dana lainnya Rp 30,6 milyar. Disamping itu, sebagaimana juga menjadi temuan BPK-RI terdapat pengelolaan belanja yang belum sesuai ketentuan antara lain perhitungan iuran jaminan kesehatan pemerintah daerah, pembayaran honorarium pada BKPSDM, pertanggungjawab perjalan dinas, pemungutan pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan, serta pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja hibah. Ditemukan pula oleh BPK-RI masih terdapatnya kesalahan penggangaran belanja modal yang cukup signifikan sebesar R. 31,05 milyar pada Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan yang seharusnya sudah dapat dievaluasi dan dilakukan perbaikan pada mekanisme Raperda APBD Perubahan tahun anggaran 2022, kekurangan volume pekerjaan serta pajak daerah yang belum dipungut dan disetor ke KAS Daerah atas pekerjaan yang dilakukan pihak ketiga dari kontrak kerja dengan pemerintah daerah. Fraksi Hanura juga melihat terdapat penggunaan alokasi anggaran yang tidak sesuai maksud dan tujuannya yaitu kepentingan kedinasan pemerintah daerah antara pengelolaan belanja bagi pengembangan SDM ASN terutama untuk proses mutasi ASN pada jabatan pelaksana, administrator dan pejabat tinggi pratama. Hal ini ditunjukkan antara lain mutasi PNS pada jabatan pelaksana yang lebih mengedepankan kepentingan tertentu dibandingkan kepentingan kedinasan organisasi, pengangkatan PNS dalam jabatan administrator yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak dilengkapi pertimbangan secara komprehensif, objektif, terukur, dan akuntanbel serta kelalaian dalam administrasi yaitu antara lain seperti persyaratan kompetensi teknis dan kompetensi manajerial antara lain jabatan Sekcam kecamatan belitang hilir (sma), Jabatan bidang perumahan, jabatan bidang kelembagaan dan pengawasan koperasi (belum diklatpim), jabatan bidang perikanan dan jabatan bidang persandian (pendidikan tidak memenuhi syarat /D III), pengangkatan camat yang tidak sesuai ketentuan pasal 224 uu nomor 23 tahun 2014, pelantikan pejabat administrator pada jabatan tertentu sementara pejabat yang diganti kehilangan jabatan dan tanpa penilaian kembali untuk penempatan berikutnya, pengangkatan pejabat yang tidak sesuai persyaratan pengalaman kerja minimal, dan pengangkatan pejabat diluar ketentuan pasal 64 ayat (4) peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2017. Penggunaan aggaran daerah juga belum secara optimal mencapai maksud dan tujuan peruntukannya yang ditunjukkan menurunnya indek penyelenggaraan pemerintahan untuk komponen pengungkit pembayaran tambahan penghasilan ASN antara lain kematangan penataan perangkat daerah, indeks inovasi daerah, prestasi kerja pemerintah daerah dan indeks reformasi birokrasi pemerintah daerah. Anggaran belanja pada SKPD BKPSDM untuk proses seleksi pejabat tinggi pratama juga tidak digunakan untuk proses seleksi yang kondusif (proses dilaksanakan terbuka namun tidak obyektif dan kompetetif) bagi ASN lainnya antara lain dengan indikasi pengaturan pengisian jabatan lowong dari PNS yang diminta (dari pelaksana tugas atau hal lainnya) dan atau dari PNS sebagai imbal jasa proses pilkada serentak tahun 2020, 

3. Pengelolaan Pembiayaan Daerah ;

SILPA tahun anggaran 2022 terbentuk dari dana earmark yang tidak dapat dilaksanakan dan tidak terserapnya beberapa alokasi belanja dari berbagai sumber pendapatan, dan bukan terbentuk dari selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBD pada satu periode anggaran, oleh karenanya, silpa yang terbentuk menunjukkan belum profesionalnya pemerintah daerah dalam mengelola anggaran. Atas pengelolaan silpa terutama silpa pada badan layanan umum rsud sekadau, pemerintah daerah juga belum mempunyai regulasi sebagaimana diatur dalam peraturan menteri dalam negeri nomor 79 tahun 2018, oleh karenanya penggunaan SILPA tahun 2021 yang dianggarkan dan dilaksanakan pada tahun anggaran 2022 pada Blud RSUD Sekadau tidak mempunyai dasar hukum yang kuat.

4. Pengelolaan Pinjaman Daerah ;

Pengelolaan pinjaman daerah yang dilaksanakan tahun anggaran 2022 cenderung tidak transparan, tidak taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak akuntabel, serta tidak efisien dan efektif. Hal ini ditunjukkan selama proses pembahasan Raperda, pemerintah daerah tidak menjelaskan secara rinci kebijakan tentang pinjaman daerah yang disepakati dengan pemberi pinjaman, dan tidak diperolehnya informasi penggunaan dan realisasi penyerapan pinjaman daerah pada masing-masing pelaksanaan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam APBD tahun anggaran 2022 sebagai bagian dari evaluasi kesesuaian penarikan/penyaluran secara bertahap sesuai dengan pencapaian kinerja. Pemerintah daerah juga tidak menyelenggarakan publikasi informasi mengenai pinjaman daerah sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah nomor 56 tahun 2018 tentang pinjaman daerah. Ditegaskan pula dalam pasdal 54 peraturan pemerintah tersebut bahwa setiap perjanjian pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan dokumen publik dan diumumkan dalam berita daerah. Atas hal tersebut, pemerintah daerah lalai dan bahkan tidak berkenan untuk melaksanakannya serta sampai dengan hari ini tidak pernah disampaikan kepada DPRD. Pengelolaan kegiatan yang dibiayai dari sumber pinjaman daerah menunjukkan proses pelaksanakan yang tidak optimal antara lain tidak selesai sampai dengan akhir tahun anggaran dan mengakibatkan adanya denda dan tidak dipungutnya pajak atas minerba yang dimanfaatkan sehingga dapat menghilangkan potensi penerimaan daerah.

5. Pengelolaan Belanja Daerah Melampaui Tahun Anggaran ;

Atas penjelasan pemerintah daerah dan data hasil pemeriksanaan BPK-RI, terdapat beberapa pekerjaan tahun anggaran 2022 yang mendapat perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan dan diselesaikan tahun anggaran 2023. Terhadap hal ini, fraksi hanura berpendapat bahwa pelaksanaan kebijakan tersebut tidak sesuai ketentuan yang diatur dalam permendagri nomor 77 tahun 2020 dalam hal tahapan pengambilan kebijakan perpanjangan waktu pelaksanaan, tidak dilengkapi dengan hasil reviu apip dan tidak ada tata cara penganggaran dan pelaksanaan belanja yang melampaui tahun anggaran yang diatur dalam peraturan bupati sebagaimana diamanatkan dalam permendagri dimaksud.

6. Terhadap Pengelolaan Perumda Sirin Meragun ;

Fraksi Hanura berpendapat pengelolaan Perumda Sirin Meragun belum menunjukkanhasil kerja yang memuaskan dan tidak diawasi secara baik dan optimal oleh pejabat yang ditunjuk. Fraksi Hanura juga menilai bahwa perpanjangan masa jabatan Direktur Utama untuk masa jabatan yang ketiga tidak sesuai ketentuan yang diatur dalam peraturan menteri dalam negeri. Karena yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dalam hal anggota Direksi memiliki keahlian khusus dan/atau prestasi yang sangat baik. 

Antara lain kriteria berupa melampaui target realisasi terhadap rencana bisnis serta rencana kerja dan anggaran, seluruh hasil pengawasan sudah ditindaklanjuti, dan terpenuhinya target dalam kontrak kinerja sebesar 100% selama dua periode.

Terhadap beberapa hal yang disampaikan diatas, fraksi Hanura dapat berkesimpulan untuk menolak sebagian isi dan substansi pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang tertuang dalam rancangan Perda pertanggungjawaban apbd tahun anggaran 2022. Fraksi Hanura juga secara tegas meminta agar Saudara Bupati mengevaluasi kinerja Sekretaris Daerah dalam kapasitasnya sebagai Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah, mengevaluasi kinerja seluruh Kepala SKPD pengelola retribusi (Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Dinas Perhubungan, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, juga selaku Bendahara Umum Daerah, Dinas Koperasi dan Umkm) dan mengevaluasi kembali penunjukkan Direktur Utama Perumda Sirin Meragun dengan memperhatikan ketentuan dalam peraturan menteri dalam negeri, serta mengevaluasi kembali proses dan kebijakan pengangkatan pejabat yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Sumber : Dikutip sesuai aslinya dari PA Fraksi Hanura Sekadau

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini