-->

Perusahaan Perkebunan yang Melanggar Aturan Disbun harus di Sanksi

Editor: Redaksi
Sebarkan:

Anggota DPRD Kabupaten Sintang, Nokodemus. Foto:int
Sintang, Senentang.id - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Nikodemus, meminta Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) di Bumi Senentang tidak menolak membeli Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit, milik petani sawit mandiri.

Hal itu disampaikan Nikodemus karena ada keluhan petani sawit bahwa PMKS menolak membeli TBS milik petani mandiri. Hal ini dikarenakan adanya harga TBS yang sebelumnya sempat tembus Rp 3.050 per kilogram kini turun drastis menjadi Rp 1.900 per kilogram yang dibeli Pabrik Kelapa Sawit (PKS), di tingkat pengepul harga mampu menampung seharga Rp 1.500 per kilogram dari sebelumnya Rp 3.000 per kilogram.

Padahal kata dia, pemerintah melalui Disbun sudah menetapkan harga TBS sawit. Oleh karena itu berdasarkan surat Gubernur dan surat Bupati terhadap perusahaan yang tidak membeli buah petani mandiri, bahkan menurunkan harga tanpa mengikuti harga yang telah ditentukan oleh Disbun Provinsi, maka akan diberikan sanksi. Namun, sampai saat ini, belum ada sanksi yang diberikan.

“Ini yang kita pertanyakan. Mengapa mereka tidak melakukan pembelian terhadap buah petani mandiri dan menurunkan harga dibawah harga yang telah ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi,” kata Nikodemus, Senin (23/5/2022).

Dengan adanya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang penetapan TBS, seharusnya pabrik kelapa sawit membeli buah petani berdasarkan umur tanam sawit itu sendiri.

“Sekarang, justru larangan ekspor yang dikeluarkan oleh Presiden beberapa waktu lalu. Artinya, ini digunakan oleh perusahaan untuk menekan petani. TBS dibeli dengan harga murah, bahkan ada salah satu misalnya PMKS PT CUP itu kan tidak membeli buah petani, sehingga akibatnya petani dirugikan disana,” ujarnya. 

Legislator Hanura menilai ini adalah sebuah mafia. Ia mencontohkan ketika harga sawit sudah terlanjur turun, dan larangan ekspor dicabut, otomatis harga menjadi naik, maka perusahaan untung besar dan petani dirugikan. Artinya korban dari pada larangan ekspor ini adalah petani.

“Sampai hari ini, kita belum ada melihat kenaikan harga. Tapi hari ini mudah-mudahan dan kita berharap harganya (TBS) di perusahaan-perusahaan sudah mengikuti surat Pergub yang ada,” harapnya.

Keputusan dari Pemerintah Provinsi dan dari Disbun Provinsi, dengan dibukanya keran ekspor maka harga sawit ditingkat petani diharapkan normal kembali di atas 3 ribu rupiah.

“Bahkan buah (sawit) yang diatas umur 10 tahun mendekati Rp 4.000.000, kita harap perusahaan mengikuti itu dan jangan sampai petani dikorbankan,” harapnya. 

Nikodemus juga mengatakan, Dewan akan tetap mendorong Pemerintah agar perusahaan-perusahaan yang tidak mengikuti aturan pemerintah diberikan teguran atau sanksi.

“Sanksi bukan hanya sekedar tulisan-tulisan, tapi harus diberikan betul-betul sanksi supaya ada efek jera agar tidak main-main dengan petani di daerah. Jangan sampai juga Pemerintah Daerah (Pemda) tidak berani melakukan tindakan ke ±terhadap perusahaan yang melanggar. Sikap tegas dari Pemda ini yang kita tunggu dan dewan akan terus melakukan pengawasan akan hal itu,” pungkasnya.

Harga TBS yang sebelumnya sempat tembus Rp 3.050 per kilogram kini turun drastis menjadi Rp 1.900 per kilogram yang dibeli Pabrik Kelapa Sawit (PKS), di tingkat pengepul harga mampu menampung seharga Rp 1.500 per kilogram dari sebelumnya Rp 3.000 per kilogram. (tm)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini