PONTIANAK, Suaraborneo.id - Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Mohammad Bari, S.Sos., M.Si., mengikuti Rapat Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) secara hybrid di Ruang Data Analytic Room (DAR), Selasa (19/11/2024).Rapat Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) secara hybrid. (Foto:adpim)
Rakor ini digelar dalam rangka tindak lanjut Surat Edaran Mendagri No 500.2.3/1256/SJ Tanggal 8 maret 2024 perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Insentif Fiskal terkait Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam mencapai Program Prioritas Nasional melalui pengendalian inflasi.
Berdasarkan paparan dari Sekjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Horas Maurits Panjaitan, tarif maksimal PBBKB pada UU 28/2009 dan UU 1/2022 tidak mengalami perubahan yaitu 10%, namun penentuan tarif merupakan kewenangan Pemda tidak bertentangan dengan yang diatur dalam UU 1/2022.
Perubahan tarif tidak terjadi di semua daerah melainkan hanya didaerah yang memang mengambil kebijakan untuk merubah tarif PBBKB yang berlaku di daerahnya dan hal ini memang diskresi Pemda tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk BBM Subsidi sendiri, kenaikan tarif PBBKB pada Perda tidak menyebabkan kenaikan harga BBM subsidi karena pada dasarnya harga BBM telah ditetapkan oleh Pemerintah dan tarif PBBKB ditetapkan sama (sebesar 5%) dalam Perpres 191/2014 jo. Perpres 117/2021.
Sementara BBM Non Subsidi, kenaikan tarif PBBKB dapat berdampak pada kenaikan harga BBM non subsidi dan inflasi. Namun, hal ini selaras dengan fungsi tarif PBBKB sebagai regulerend yaitu untuk mengurangi konsumsi penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor yang memiliki dampak eksternalitas.
Namun demikian, untuk mencapai program prioritas nasional, Pemda memiliki diskresi untuk memberikan Insentif Fiskal sesuai ketentuan pasal 101 UU 1/2022 berupa pengurangan, keringanan, pembebasan, atau penghapusan pokok pajak dan/atau sanksinya, yang diberikan atas permohonan WP atau secara jabatan. Pemberian insentif fiskal dimaksud untuk mendukung pengendalian inflasi.
Menanggapi hal tersebut, Pj Sekda Kalbar Mohammad Bari, S. Sos., M.Si., menyampaikan informasi bahwa Pemprov Kalbar sampai saat ini tetap mengacu sesuai dari edaran Mendagri.
"Oleh karena itu, berdasarkan hasil dari monitoring dan evaluasi kebijakan PBBKB, Pemprov Kalbar masih mengacu pada UU 28/2009 dan UU 1/2022 tidak mengalami perubahan yaitu 10%, namun setelah mendapat edaran dari Kemendagri secara otomatis Pemprov Kalbar sudah mengikuti aturan untuk penerapan sebesar 7,5% sesuai arahan Mendagri," jelas Bari.
Rapat koordinasi ini menunjukkan pentingnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan fiskal.
Dengan adanya sinergi yang kuat, diharapkan kebijakan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian daerah dan nasional. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat akan terus menjalin kerjasama dengan pemerintah pusat untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan.(adpim)