Penetapan tersangka dilakukan pada Rabu, 29 Oktober 2025, oleh Bidang Tindak Pidana Khusus Kejari Landak setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Proyek PLTMH yang menggunakan anggaran tahun 2020–2021 itu seharusnya memberikan manfaat penerangan bagi masyarakat desa. Namun, berdasarkan hasil penyelidikan, pembangunan tersebut diduga mangkrak dan tidak selesai, sehingga masyarakat tidak dapat menikmati hasilnya. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp1.218.818.600.
Atas perbuatannya, AT disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, serta Pasal 3 dengan ketentuan yang sama sebagai pasal subsidair.
Kepala Kejaksaan Negeri Landak, Muhammad Ruslan, S.H., M.H., menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk komitmen Kejaksaan dalam menegakkan supremasi hukum di wilayah Kabupaten Landak.
“Penetapan tersangka ini merupakan bentuk komitmen Kejaksaan Negeri Landak dalam menegakkan supremasi hukum dan memberantas tindak pidana korupsi, khususnya yang merugikan masyarakat desa. Tidak boleh ada lagi pembangunan yang hanya menjadi formalitas tanpa memberikan manfaat bagi masyarakat. Kami akan memproses perkara ini secara profesional, transparan, dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” ujar Ruslan.
Kejari Landak juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas.(Anton/Rls)
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
