Apakah Fobia dan PTSD Sama? Simak Penjelasan Berikut!

Editor: Redaksi
Sebarkan:

Foto : ilustrasi (Halodoc)
Suaraborneo.id (24/11/2023) — Banyak sekali masyarakat yang mencari informasi mengenai gangguan kesehatan mental yang sedang mengganggunya lewat internet, tentu hal ini bertujuan untuk mencari tahu gangguan apa yang sedang dideritanya. Salah satu gangguan kesehatan mental yang masyarakat awam banyak ketahui adalah fobia, namun tahukah Anda bahwa ternyata fobia dan PTSD sering disamakan atau masih banyak yang bingung mengenai kedua gangguan ini karena memiliki beberapa kemiripan pada bagian gejala dimana para penderita fobia dan PTSD sama sama memiliki kecemasan dan ketakutan yang irasional, sama-sama masuk kedalam kategori gangguan cemas namun kedua gangguan ini jelas berbeda. Nah memiliki gejala yang sama bukan berarti kedua gangguan ini sama loh gaiss.. Para penderita gangguan fobia memang memiliki ciri-ciri gangguan dimana penderitanya memiliki ketakutan, kecemasan, namun bisa saja penderita gangguan ini malah memiliki kecenderungan arah PTSD. Menurut data yang diperoleh dari Santika (2023) sebesar 0,5% remaja mengalami gangguan PTSD dengan rentang usia 10-17 tahun. Karena gangguan kesehatan mental yang umumnya diketahui oleh masyarakat awam adalah fobia, masyarakat belum mengetahui gangguan kesehatan mental itu banyak sekali jenis-jenisnya. Maka dari itu, mari kita simak penjelasan berikut supaya diharapkan kita bisa melihat perbedaan antara fobia dan PTSD.

Pernahkah Anda menyaksikan orang lain sangat takut pada apapun, atau mungkin Anda mengalaminya sendiri? Apa yang terjadi pada saat itu? Mengapa ada orang merasakan ketakutan yang begitu kuat terhadap sesuatu, sementara yang lain tidak? Apa yang sebenarnya terjadi? Itu disebut sebagai "fobia". Salah satu jenis gangguan ketidaknormalan psikologis adalah fobia. Tindakan seseorang dengan fobia akan menunjukkan perilaku abnormal atau adanya suatu perilaku ketidak wajaran. Ketika rasa takut terlalu besar maka dikategorikan sebagai fobia. Seseorang yang menderita fobia sering bertindak tidak wajar terhadap keadaan atau benda tertentu yang cenderung pada fobia yang dimilikinya. Fobia terjadi hanya mempengaruhi orang yang mengalaminya.

Ketakutan adalah salah satu bentuk dari banyaknya emosi yang dimiliki oleh manusia dan  masing-masing dari kita memiliki ketakutan akan hal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Rasa takut yang berlebih dapat menjadi pemicu titik lemah seseorang (Trikusuma & Hendriani, 2021) dan hal tersebut bisa memberikan efek berbeda-beda di setiap individunya yang tidak disadari dari rasa takut yang berlebih hingga trauma. Setiap manusia umumnya pasti pernah memiliki pengalaman dalam keadaan ketakutan yang berlebihan bahkan hingga sampai di tahap traumatik dalam kehidupannya. Pengalaman-pengalaman traumatik tersebut tentu dapat mempengaruhi kehidupan individu tersebut pada kehidupan kedepannya.

Istilah fobia sudah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari bahkan tanpa perlu  bantuan dari pihak medis kita sudah mengetahui banyak informasi mengenai gangguan yang satu ini, namun lain halnya dengan PTSD. PTSD merupakan gangguan kesehatan  mental dimana sama seperti gangguan trauma yakni disebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang buruk dimasa lalu atau bisa kita sebut pengalaman traumatik. Sebenarnya, PTSD bisa menyerang siapa saja. Tidak masalah jika mereka adalah orang dewasa, anak-anak, atau siapa pun yang telah mengalami insiden parah seperti kecelakaan, bencana, pelecehan, atau serangan fisik atau seksual. Menurut Pusat Nasional PTSD, sekitar 7-8% orang akan mengalami diagnosis PTSD di beberapa titik dalam hidup mereka. Menurut Pasha dkk., (2023) jumlah penderita PTSD di dunia diperkirakan mencapai 200 juta penduduk sedangkan berdasarkan data Survei Kesehatan Mental Nasional Indonesia menyatakan bahwa sekitar 12.250 remaja di Indonesia mengalami PTSD. Meskipun demikian, wanita lebih rentan daripada pria untuk menderita gangguan ini dan secara genetik individu-individu tertentu mungkin cenderung untuk terkena gangguan ini daripada yang lain. Kita harus memahami juga bahwa tidak setiap korban   mengalami pengalaman menakutkan. Gangguan ini dapat menyerang seseorang setelah orang terdekat mereka seperti teman atau anggota keluarga dalam bahaya. Faktor lain yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan ini adalah kematian orang yang dicintai secara tiba-tiba dan tidak pasti.

PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) atau Gangguan Stres Pasca Trauma  adalah gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah individu mengalami atau menyaksikan secara langsung suatu kejadian yang mengerikan, siksaan dengan kejahatan fisik yang gawat, atau kejadian yang mengancam. Dalam hal ini bisa kita simak bahwa ada  perbedaan  yang besar antara PTSD dengan  fobia.  

PTSD adalah gangguan yang didasari oleh kecemasan dengan gejala spesifik menurut  DSM-V yang dikelompokkan menjadi  4 kategori yaitu re-experiencing (teringat kembali), avoidance (penghindaran), negative alternations dan hyperarousal (peningkatan kewaspadaan berlebihan) sedangkan fobia dalam DSM-V termasuk ke dalam gangguan cemas didasari oleh rasa takut yang bersifat irasional akan suatu objek atau situasi.

Dinamika kehidupan seseorang dengan gangguan PTSD dapat digambarkan dengan seseorang yang berusaha menghindari hal-hal yang mungkin akan mengingatkan mereka pada trauma. Gejala yang dialami masih mungkin sering terjadi dan masih dapat  diobati dengan terapi.  

Namun, gejala dramatis juga bisa terjadi, termasuk penyalahgunaan alkohol, kemarahan, perilaku agresi, hingga menyakiti diri sendiri. Gejala yang dialami mungkin juga berupa perubahan kepribadian, penghindaran kehidupan sosial, dan insomnia. Berdasarkan PPDGJ-III, berikut ini adalah diagnosis banding PTSD dengan gangguan kecemasan lainnya. Seseorang mengalami gejala cemas, takut, menghindar atau  meningkatnya kesiagaan namun rasa cemas tersebut disebabkan dari kejadian atau peristiwa traumatik yang berat. Selanjutnya, seseorang dengan PTSD biasanya akan melakukan kilas balik suatu kejadian, kesiagaan, serta menghindari segala hal yang berhubungan dengan peristiwa traumatik. Jika perilaku di atas terjadi selama lebih dari 1 bulan, maka dapat di diagnosis PTSD. Sedangkan fobia tidak jauh berbeda dengan gejala PTSD, yaitu munculnya rasa cemas, takut, menghindar atau meningkatnya rasa waspada. Akan tetapi, diagnosa lebih lanjut seperti munculnya rasa takut terhadap objek serta situasi tertentu, maka akan terdiagnosa fobia spesifik.

Menurut National Centre of PTSD (2011) seperti dikutip dalam Prabandari dkk., (2015) metode Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dengan pendekatan psikoterapi merupakan salah satu intervensi psikoterapi yang paling efektif dalam menangani kasus PTSD. Cognitive Behavioural Therapy (CBT) adalah terapi yang berpusat pada proses berfikir yang terkait dengan keadaan emosi, perilaku, dan psikologi (Maulana dkk., 2016). Terapi ini bertujuan untuk memperbaiki kognisi yang tidak berfungsi secara normal serta merubah perilaku bermasalah. Setelah beberapa sesi subyek menerima terapi Cognitive Behavior Therapy, pikiran negatif secara perlahan mulai menurun bahkan sampai hilang. Saat melakukan terapi, subjek diajak untuk mampu berpikir dengan rasional, realistis dan positif terhadap masalah yang telah dialami (Subhi, 2021). Pada seseorang dengan PTSD,  

terapi dengan pendekatan CBT dilakukan agar individu lebih memahami peristiwa yang menyebabkan trauma muncul, lalu mulai mengubah pikiran, emosi, serta perilaku dengan memberikan pemahaman untuk mengurangi emosi negatif dari peristiwa traumatis. Setelah itu dilakukan penguatan pada individu dengan memberikan semangat, motivasi, dan afirmasi positif. Dari beberapa penelitian, CBT  terbukti lebih efektif dari metode lainnya dalam intervensi PTSD.

Nah berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan fobia dan PTSD adalah dua gangguan yang sangat berbeda. Walaupun memang kedua gangguan ini memiliki 
beberapa kemiripan pada ciri-ciri penderitanya dimana pasti muncul rasa takut, cemas, dan penghindaran. Untuk penanganan PTSD sendiri salah satu metode paling efektif yang dapat digunakan adalah metode CBT, namun metode ini tentu membutuhkan bantuan dari tenaga medis. Apabila anda merasa memiliki trauma atas sebuah kejadian atau anda memiliki gangguan pada masalah kesehatan mental, ada baiknya langsung berkonsultasi dengan pihak yang memang ahli dalam bidangnya supaya masalah anda dapat ditangani dengan baik.

Disusun oleh :

1. Haniftya Dwi A. D/ 22.E1.0183

2. Maria Agatha K/ 22.E1.0207

3. Felicia Ivana R / 22.E1.0226

4. Jennifer Ireine H / 22.E1.0239

5. Shadiya Jelika S /22.E1.0242

                                                DAFTAR PUSTAKA

Maulana, I., Febrianti, S., & Nugraha, B. A. (2023). Intervensi Terapi Dukungan Psikologis pada Korban Terdampak Bencana yang Mengalami PTSD (Literature Review). Malahayati Nursing Journal, 5(3), 647–659. https://doi.org/10.33024/mnj.v5i3.8019

Prabandari, N. P. D., Sukarja, I. M., & Maryati, N. L. G. (2015). PENGARUH COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY (CBT) TERHADAP POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) PADA PASIEN POST KECELAKAAN LALU LINTAS DI RSUP SANGLAH DENPASAR. COPING Ners Journal, 3(2), 22–26.

Santika, E. F (2023, April 14). Jutaan Remaja Indonesia Disebut Terdioagnosis Gangguan Kesehatan Mental, Ini Jenisnya. DataBoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/04/14/jutaan-remaja-indonesia-disebut-terdiagnosis-gang guan-kesehatan-mental-ini-jenisnya

Pasha, S. S. W. D., Fatimah, J., & Sari, Z. P. (2023). MEMAHAMI DINAMIKA KONSELING POST-TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) PADA REMAJA INDONESIA. Jurnal Ilmu

Komunikasi UHO : Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Sosial Dan Informasi, 8(4), 656–669. https://doi.org/10.52423/jikuho.v8i4.129

Subhi, M. S. (2021). Efektivitas Cognitive Behavior Therapy untuk Menurunkan PTSD Kecelakaan Berkendaraan Motor pada Mahasiswa. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 6(2), 684. https://doi.org/10.29210/30031250000

Trikusuma, G. A. A. C., & Hendriani, W. (2021). Distres Psikologis di Masa Pandemi COVID 19: Sebuah Tinjauan Literatur Sistematis. INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental, 6(2), 106. https://doi.org/10.20473/jpkm.V6I22021.106-116.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini